Pengantar
Sebenarnya, tidak ada yang
salah ketika sebuah media massa dimiliki oleh pihak tertentu seperti elit
partai politik asalkan si pemilik media mengerti batasan-batasan yang harus
dipenuhi agar media tidak menjadi corong kepentingan politik partainya. Tetapi
nampaknya batasan-batasan yang harus dipatuhi oleh pemilik media begitu sulit
untuk tidak dilanggar. Konsumen media massa begitu menggoda pemilik media,
menggoda nafsu mereka untuk mempengaruhi khalayak media agar dapat menerima
misi politiknya. Bisa dikatakan problematika tersebut merupakan tantangan baru
bagi pers masa kini. Pemilik media menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
isi media dari beragam faktor lainnya.
Kebebasan
Media
Media yang bebas sama pentingnya
dengan peradilan yang independen , sebagai satu dari kekuasaan kembar yang
tidak bertanggung jawab pada politisi. Kedua kekuasaan ini memainkan peran
sebagai kekuasaan tandingan melawan korupsi dalam sikls kerja program
pemerintah.
Pemilikan media oleh perorangan
membawa bahaya yang lain yakni bahaya konglomerasi media-masa, pemusatan
pemilikan media dalam tangan segelintir orang saja. Pemusatan pemilikan dapat
mengancam demokrasi itu sendiri-partai-partai politik besar dapat disandera
oleh pemilik media, yang mempunyai kekuasaan yang sangat besar melalui
kemampuannya memanipulasi pendapat para pemilih.
Tingkat kebebasan media adalah
tingkat yang dapat dicapainya untuk melaksanakan fungsi pengawasan masyarkat
yang efektif atas perilaku pejabat publik. Sama seperti legislatif yang harus
mengawasi Eksekutif setiap hari. Media juga mengawasi dengan seksama legislatif
dab eksekuti (serta pihak-pihak lainnya yang memangku jabatan yang bersentuhan
dengan wilayah publik).
Media memiliki peranan khusus dan
“titik lemah” dalam perang melawan korupsi politisi dan pegawai negeri mungkin lebih
mudah tergoda untuk menyalahgunakan jabatan mereka untuk kepentingan pribadi
bila mereka yakin tidak ada resiko perbuatan mereka aan terbongkar dan
diungkapkan pers. Politisi dalam upayanya tersebut dapat mencoba membungkam
media.
Bahkan dalam masyarakat yang sudah
terbuka sekalipun ada pejabat-pejabat yang kuat yag mendukung, atas dasar
anggapan bahwa media dapat saja bertindak tanpa “tanggung jawab” , penerbitan
undang-undang Rahasia Negara yang sangat membatasi hak mendapat informasi dan
mengeluarkan pendapat .
Kita tentus saja harus mengakui
bahwa korupsi juga ada dalam profesi jurnalisme. Di Meksiko dan India, misalnya
banyak wartawan yang mendapat imbalan uang dari lembaga-lemabag yang mereka
liput untuk tambahan gaji mereka yang kecil. Suap semacam ini menimbulkan
dorongan kuat untuk todak mengungkapkan pelanggaran hukum di tingkat atas
pemerintah.
Independensi
Media
Independensi media adalah sebuah
konsep yang sangat rumit. Secara umum independensi adalah ide bahwa wartawan
harus bebas dari bentuk campur tangan apapun ketika menjalankan dan
mempraktekan profesinya. Di berbagai negara, pemilik media yang terbesar
(umumnya pemilik stasiun televisi dan radio terkemuka) adalah pemerintah sendiri-situasi
yang meremehkan konsep independensi media dari pengaruh negara.
Upaya yang perlu dijalankan untuk
memperkuat independensi media dengan cara menjadikan media milik pemerintah
atau yang dikendalikan oleh pemerintah milik swasta. Bersamaan dengan itu,
perlu dikembangkan sistem untuk mengembangkan keanekaragaman dalam pemilikan
media, sehingga persaingan yang terjadi diantara media dapat mendorong berbagai
prespektif tentang kebijakan punlik dan membatasi kekuasaab politik konglomerat
media.
Media milik pribadi dan bebas bisa
terwujud hanya bila ada persaingan yang cukup sengit dalam pasar media .
persaingan akan membuat pemilik media yang korup takut perbuatannya akan
terungkap dan juga dapat membuat takut pejabat yang korup takut perbuatannya
terungkap dan juga dapat membuat takut pejabat publik.
Sering terjadi, pemerintah suatu
negara menyatakan bahwa lembaga-lembahga demokrasinya masih rapuh dan medianya
belum berpengalaman dan berpendapat ada baiknya meneruskan pemilikan media oleh
pemerintah. situasi seperti ini memang ada, tetapi media milik pemerinta
hendaknya jangan diberik kehendak hak monopoli.
Siapa
sebaikanya menjadi penjamin media bebas?
Sensor atas media banyak bentuknya
dan dapa ditemukan hampir disemua negara. sedikit sekali sistem hukum yang
menjamin kebebasan mutlak maedia. Badan peradilan yang independen adalah syarat
mutlak bagi media yang bebas. Tanpa badan peradilan yang independen , media
bebas hanya khayalan belaka. Prasyarat untuk membangun media yang bebas ,
karena itu sistem hukum yang bebas dari pengaruh politik dan memiliki
yurisprudensi undang-undang darsa yang mendukung konsep media bebas.
Di berbagai negara demokrasi yang
masih baru dan rapuh, pengalaman media masih terbatas dan peluang untuk berlaku
sacara tidak bertnaggng jaab besar sekali. Hukum yang pada dasarnya emberikan
peluang peuh pada media untuk berprilaku secara tidak bertanggung jawab, dapat
merusak pertumbuhan negara tersebut.
Dalam situasi ini, mungkin ada
manfaatnya membentuk dewan pers . meski dewan pers pada umumnya tidak terlalu
berhasil , namun ada baiknya dibentuk agar ada forum terbuka untuk menerima
keluhan masyarakat mengenai perilaku media, untuk menghukum media bila tidak
bertanggung jawab dab melalui cara memperngaruhi perilaku media.
Dewan pers harus independen dan
dipimpin oleh orang-orang yang dihormati masyarakat karena sikap non-partisan
mereka dan intergritas mereka. Badan ini janga diberi wewenang menjatuhkan
hukuman , karena wewenang itu dapat menjadikannya badan sensor. Badan ini lebih
baik bertumpu pada prestise dan integritas , sebagai sumber kekuatan moral bagi
laporan-laporan yang diterbitkannya.
Kekuatan moral dewan pers adalah cara
yang lebih baik untuk mewujudkan media yang bertanggung jawab dari pada memberi
pemerintah dan pengadilan kekuasaab membatasi media . tudingan bahwa media
cenderung tidak bertanggung jawab sering berpuncak pada tuntutan agar
dibuat-undang-undang dan sistem yang hanya mengizinkan media bebas “sampai
batas tertentu”.
Pendekatan “sampai batas tertentu”
seig mencuat dalam hal-hal yang berkaitan dengan keamanan nasional.
undang-undang kerahasiaan neagar (official secret act) di Inggris dan
undang-undang serupa di negara lain dapat dijadikan payun untuk membenarakan
semua kegiatana rahasia yang dilakuakn pemerintah.
Sistem yang paling efektof untuk
menjamin kebebasan media adalah sistem yang memberdayakan media sehingga mampu
melakukan penilaiannnya sendiri. memberi kebebasan pada penerbit dan wartawan
juga berarti memberi mereka beban untuk mengambil keputusan-keputusan yang
sulit mengenai tanggung jawab mereka mpada publik.
Melalui penilaian bertanggung jawab
dari pihak redaksi dan wartawa , digabung dengan dukungan penug dari pihka
peradilan , tradisi dan budaya media bebas dapat berkembang . kebudayaan ini,
diatas segalanya adalah penjamin terpenting bagi kegiatan media bebas sebagai
pengawas perilaku pejabat publik . tradisi itu harus mendorong media agar bersikap
keras dalam menilai kinerja orang-orang yang mendapat kepercayaan publik.
Menyensor
diri sendiri
Barangkali hal yang lebih berbahaya
dari menyensor diri sendiri yaitu, wartawan dan redaksi tidak menerbitakn
berita-berita yang dapat mengancam kepentingan usaha , pemilik surat kabar atau
orang-orang terdekat mereka. Ini dapat menyebabkan berita tersebut di abaikan
atau ditulis dengan cara-cara yang tidak etis.
Prinsip-prinsip
media bebas
Contoh dari prinsip-prinsip semacam
ini dapat dilihat dalam Charter for a Free Press yang disepakati wartawan dari
34 negara dalam Voices of Freedom World Confrences in Censorship Problems.
·
Sensor, langsng atau tidak langsung tidak dapat
diterima; karena itu undang-undang dan pratik yang mebatasi hak media berita untuk
secara bebas menghimpun dan menyebarkan informasi harus dulenyapkan dan pihak
berwenang dan pemerintah , tingkat nasional dan setempta tidak boleh campur
tangan dalam isi berota siar atau membatasi akses ke sumber berita apapun.
·
Media berita independe, baik cetak maupun siar harus
diizinan untuk tampil dan melakukan kegiatan dengan bebas di negara manapun.
·
Tidak boleh ada diskriminasi oleh pemerintah dalam
perlakuan, baik dari sisi ekonomi maupun lain-lain, atas media berita disuatu
negara.
·
Negara tidak boleh membatasi akses pada berita cetak ,
fasilitas percetakan dan sistem distribusi ,operasi agen2 surat kabar dan
penyediaan frkuensi dan fasilitas.
·
Dikutuknya praktik-praktik dibidang hukum , tekns dan
tarif oleh pihak-pihak berwenang dibindang komunikasi yang menghambat
distribusi berita dan emmbatasi arus informasi.
·
Media milik pemerintah harus diberi independensi
menulis dan terbuka bagi berbagai jenis pendapat.
·
Harus ada akses tidak terbatas bagi media cetak dan
siar didalam suatu negara untuk meperoleh pelayanan berita dan informasi dari
luar da masyarakat harus dieri kebebasan untuk mendapat penerbitan dan siaran
asing tanpa campur tangan penguasa.
·
Garis batas negara harus terbuka bagi wartwan asing.
·
Pembatas keluar masuk bidang jurnalismen atau atas
kegiatannya melalui lisensi atau prosedur perizinanan lainnya , haus
dihapuskan.
·
Wartawan disetiap negaa harus dijamin rasa amannya dan
diberikan perlindungan hukum.
Intimidasi
media
Kekerasan pada wartawan seudah
sering terjadi diberbagai negara, dan berulang kali pihak berwenang menunjukkan
keennganan untuk mengambil langkan yang diperlukan mengenai hal tersebut.
Satu-satunya obat penawar yang berarti untuk mencegah kekerasan terhadap
wartawan adalah kehadiran undang-undang dan sistem yang menjamin media bebas.
Keharusan wartawan untuk mendapatkan
izin merupakan slah satu bentuk intimidasi. Dibeberapa negara , pemerintah
mencoba mengatur penerbitan izin bagi perusahaan medua dan pegaiwainya secara
langsung , sedangkan dibeberapa negara lain ada serikat pekerja media yang
mencoba memaksakan batasan2 tersebut.
Pengadilan perlu mengnenali
intimidasi atas media sebagaimana adanya; intimidasi adalah faset utama budaya
korupsi dan upaya pihak yang memiliki kepentingan pribadi untuk mempertahankan
perilaku korupnya. Semua aturan mengenai media, dalam bentuk surat izin ,
lisensi dan pemilikan harus dilaksanakan secata terbuka oleh orang-orang yang
independeng dan non-partisan.
Mewujudkan
Praktik Terbaik
Tugas mewujudkan media yang
bertanggung jawab dan independen harus dipikul terutama oleh media sendri.
Wartawan harus bekerja membangun kepercayaan publik . wartawan harus bekerja
keras membangun kepercayaan publik . Mereka juga harus menunjukan independensi,
objektivitas dan profesionalisemnya setiap haru agar memeperoleh kepercayaan
publik dan agar masyarakat punya rasa percaya diri. Pada saat yang bersamaan,
penting sekali bahwa pemilik media memastikan bahwa wartaan mendapat gaji yang
dapat mendorongnya untuk bersikap independen , bukannya dependen.
· Apakah tuntutan pidana pencemaran
nama baik terhadap wartawan jarang atau sering terjadi?
· Apakah media cetak dan media
televisi/ radio ; secara teratur menerbitkan artikel yang ditulis oleh wartawan
investigasi?
Media Massa
dan Politik Pers dalam Dekapan Majikan
Bagaimana
kondisi tersebut dapat terjadi? Hal ini terkait erat dengan sisi historis pers.
Dari segi historis, pers dibagi dalam tiga masa yaitu masa orde lama, orde
baru, dan reformasi. Pada masa orde lama dan orde baru peran dan kepemilikan
media massa dipersulit, harus ada SIUPP bagi pihak yang akan mendirikan media
massa. Saat orde reformasi, kondisi berbalik, siapa saja boleh membuat media
massa tanpa harus mengurus SIUPP. Hal inilah yang menjadi titik tekan munculnya
kondisi pers dalam dekapan majikan.
Saat
ini, media tidak lepas dari intervensi/kepentingan. Menurut Reese dan
Shoemaker, ada lima faktor yang mempengaruhi media massa yaitu :
1. Level individual terkait latar belakang yang mempengaruhi individu
dalam menulis berita.
2. Level rutinitas terkait setiap media memiliki SOP untuk syarat-syarat
menyajikan sebuah fakta menjadi berita (cirri khas berita yang disampaikan).
3. Level organisasi terkait struktural organisasi, kepemilikan media
(siapa pemilik media dan jalinan hubungan dengan pihak berwenang dan petinggi
negara).
4. Level eksternal terkait sumber berita yaitu narasumber (adanya
kedekatan wartawan dengan narasumber) dan sumber penghasilan media seperti
iklan dan pelanggan (adanya syarat yang diajukan oleh perusahaan pengiklan dan
pelanggan).
5. Level ideologi terkait ideologi seperti apa yang diusung oleh media
tersebut.
Jika
dilihat dari pendapat Reese tersebut, pemilik media ada pada level organisasi
media. Dengan demikian, pemilik media bisa menentukan apa yang menjadi
kepentingan media dibalik berita yang disampaikan kepada publik. Berita yang
akan disampaikan tidak secara langsung disampaikan apa adanya tetapi diolah
terlebih dahulu agar menjadi realitas baru untuk disampaikan pada masyarakat.
Sebagai contoh, media massa yang termasuk dalam kategori tersebut adalah :
1.
Metro TV kepemilikan Surya Paloh
2.
Viva, ANTV, TV One kepemilikan Abu Rizal Bakrie
3.
RCTI, MNC, Global TV, Trijaya FM kepemilikan Hari Tanoe Soedibjo
4.
Trans TV, Trans 7, Detik kepemilikan Akbar Tanjung
Contoh Kasus Indenpendensi Media Menjelang PEMILU
Dalam
kasus media nasional saat ini seperti
misalnya media yang dimiliki oleh ketua umum dewan pengurus pusat ( DPP
) partai golkar, Abu Rizal Bakrie dan Metro Tv stasiun televisi berita yang
dimiliki oleh Ketua Umum DPP Partai Nasional Demokrat. Secara tidak langsung
kedua media ini tidak hanya bersaing untuk menjadi stasiun televisi berita yang
bisa menarik khalayak / publik , tapi juga memperlihatkan persaingan antara dua
pemilik media demi kepentingan – kepentingan politik, terutama menjelang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2014 Mendatang.
Seperti
misalnya pada bulan oktober 2011, pada saat tayangan hari ulang tahun Golkar di
ANTV yang saat itu juga disiarkan secara langsung di media lain, Tv One yang
dimiliki oleh Abu Rizal Bakrie . Pemberitaan mengenai hari ulang tahun partai
Golkar yang diketuai oleh ARB julukan Sungguh meriah sekali stadion utama
Gelora Bung Karno karena dipenuhi oleh kader-kader partai Golkar dari berbagai
daerah. Dari siang bahkan dari pagi puluhan bis besar sudah mulai memenuhi
kawasan gelora Bung Karno. Acara ini semakin lengkap karena dihadiri oleh
presiden dan wakil presiden.
Setelah
itu tayangan itu, TV One melanjutkan acaranya mengenai HUT Partai Golkar dengan
mengundang narasumber Tantowi Yahya dan salah seorang pengamat politik. Hebatnya,
acara wawancara dengan Tantowi Yahya ini tanpa diselingi break iklan.
Biasanya TV One memotong pembicaraan dengan iklan ketika sedang seru-serunya
sang narasumber berkomentar, tak peduli sang narasumber itu menteri atau
anggota dewan. Tidak hanya itu Tantowi Yahya bahkan begitu bersemangat
mendukung Ical untuk pencapresan mendatang. Dan ketika melihat Tantowi pada saat
itu sangat berbeda dengan Tantowi yang suka membawakan acara dengan program
yang lain dan di stasiun tv yang berbeda.
Beda
halnya dengan Metro TV, stasiun Televisi dengan segmen dan format yang sama
yang dimiliki oleh TV one yang dimiliki oleh mantan pembina Partai Golkar yang
saat ini menjadi ketua umum dari partai nasional demokrat yang ia dirikan
setelah hengkang dari partai sebelumnya. Metro TV saat itu tak sedikitpun
memberitakan acara yang sangat meriah itu. Jika melihat running text
dari sore hingga malam, tapi tak ada satu beritapun yang menyinggung HUT Partai
Golkar. Setiap jam di headline news-pun tak ada berita tentang HUT Golkar,
justru yang ada adalah pidato politik Surya Paloh di hadapan kader Partai
Nasdem di Sumatra yang disiarkan agak lama. padahal kalau mengingat saat
dimana surya paloh pemilik Metro TV masih bernaung dibawah partai golkar, iklan
pemilu Partai Golkar 2009 yang lalu ada klip iklan yang bergambar Surya Paloh
dengan tulisan, “tetaplah bersama golkar” dengan durasi cukup lama.
Masuknya
Hary Tanoesoedibjo, pemilik Media Nusantara Citra ( MNC ) kedalam partai
nasional demokrat bahkan bisa menjadi peperangan media pada pemilu 2014
mendatang. Perang antara ANTV dan TV One melawan Metro TV plus MNC grup (MNC
Tv, RCTI, dan Global tv), Dijamin media-media di atas tidak akan fair
memberitakan sebuah acara kampanye. Jika suatu kampanye lawan politiknya yang
dihadiri ribuan masa tidak akan disiarkan tapi kalau calon dari partainya
berkampanye walaupun dihadiri segelintir orang bisa direkayasa seolah-olah
dihadiri ribuan orang.
Tidak hanya itu pemberitaan ketua umum
nasional demokrat yang ditayangkan di global TV yang saat itu dielu-elukan oleh
para kadernya ketika berkunjung kesebuah daerah di pulau jawa bisa menjelaskan kecenderungan
redaksi berita untuk menyiarkan semacam kampanya terselubung kepada publik.
Kesimpulan
Jika
muncul pertanyaan sebagai berikut, masih adakah media massa yang mengusung
independensi? Jawabannya adalah tidak, karena media massa saat ini terbentur
pada kepentingan-kepentingan seperti kepentingan politik dan kepentingan
bisnis/ekonomi. Dengan demikian, media massa harus dapat bebas dari
kepentingan-kepentingan tersebut, paling tidak dari kepentingan politik
terutama dari pemiliknya. Sebagaimana John Milton (Cangara, 2009:86)
menyebutkan bahwa kebenaran hanya bisa muncul dari kebebasan. Kebebasan pers
adalah salah satu jalan untuk mengungkap kebenaran atas berbagai realita
masyarakat.
Dengan
demikian, media massa kini dapat memiliki musuh berupa pemiliknya sendiri,
karena memungkinkan kepentingan-kepentingan pemilik termasuk kepentingan
politik dimasukkan dalam berita yang disampaikan melalui media massa tersebut,
sementara kebenaran hanya bisa muncul dari kebebasan. Kebebasan pers adalah
salah satu jalan untuk mengungkap kebenaran atas berbagai realita masyarakat.
Tidak hanya mementingkan kepetingan masing-masing pemilik .
Selanjutnya,
apa yang dapat di lakukan saat ini ? Beberapa cara yang dapat dilakukan, antara
lain :
1. Dari sisi media massa yang bersangkutan adalah memahami fungsi dari
media massa seperti fungsi informasi, pengetahuan/science, hiburan, kontrol
sosial, dan forum aspirasi/advokasi. Ketika media sudah bisa menyampaikan
hal-hal tersebut tanpa adanya kepentingan maka media sudah memiliki kebebasan.
2. Dari sisi Dewan Pers, berwenang dalam penyelesaian masalah-masalah
antara media massa dengan pengusaha/masyarakat. Dengan demikian, Dewan Pers
sebaiknya bertindak tegas, adil, dan objektif dalam menyelesaikan setiap
permasalahan.
3. Dari sisi KPI, cukup sulit diandalkan karena saat ini KPI masih berada
pada kepungan sampah-sampah permasalahan. Selain itu, KPI tidak bisa melawan
media massa, jika dapat menangani kasus-kasus tertentu hanya terbatas pada
permasalahan-permasalahan yang tidak substansial. Hal yang dapat dilakukan KPI
saat ini adalah segera membersihkan kepungan sampah permasalahannya dan tidak
terjebak lagi untuk menyelesaikan permasalahan yang tidak substansial.
4. Dari sisi massa/penerima berita, hal yang dapat dilakukan dengan
bersikap kritis dan skeptis dalam menerima berita karena berita-berita tersebut
tidak bebas dari kepentingan modal pemiliknya. Selain itu, realita-realita yang
disampaikan bersifat tidak sebenarnya sehingga kita juga harus kritis dan
skeptis dalam menganalisisnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar