Salah satu bukti bahwa banyak keanekaragaman budaya Negara Indonesia. Bahkan dalam hal mengurusi mengubur orang
yang sudah meninggal di Indonesia, banyak sekali dijumpai tradisi dan
budaya penguburan yang mungkin tidak akan dapat dijumpai di belahan bumi
ini.
Berikut 6 Kuburan Paling Unik di Indonesia :
1. Kuburan Dayak Benuaq – Kalimantan Timur. Kuburan orang Benuaq atau Bentian di pedalaman Kalimantan Timur tidak didalam tanah seperti layaknya suku lain.
Ketika pertama meninggal mereka akan dimakamkan didalam kotak yang di
sangga oleh tiang atau di gantung pada tali. Kemudian setelah beberapa
tahun kuburan itu dibuka lagi lalu tulang belulang si mati di doakan
lalu di masukan kedalam kotak bertiang yang permanent.
Biasanya
tiap keluarga mempunyai kuburannya masing-masing dan kebanyakan
letaknya disamping rumah keluarga, tidak dipekuburan umum seperti
kebanyakan di kota atau kampung lain. Hampir tiap malam terdengar musik
pemanggil arwah orang yang sedang mengadakan upacara Beliatn tarian dan mantra penyembuhan untuk anak ataupun untuk mendoakan orang meninggal.
2. Batu lemo – Tana Toraja. Tempat
pekuburan atau persemayaman jenazah berbentuk lubang-lubang pada
dinding cadas. Tempat ini merupakan hasil kreasi manusia Toraja yang
luar biasa. Bagaimana tidak, persemayaman yang telah ada sejak abad ke-16 itu dibuat dengan cara memahat.
Saat itu, tentu dengan peralatan yang sangat sederhana. Lemo terletak
di desa (lembang) Lemo. Sekitar 12 kilometer sebelah selatan Rantepao
atau enam kilometer sebelah utara Makale. Dinamai Lemo karena beberapa
model liang batu itu berbentuk bundar dan berbintik-bintik menyerupai
buah jeruk atau limau.
Kuburan-kuburan batu itu disebut juga sebagai liang paa’.
Ada 75 lubang pada dinding cadas. Beberapa di antaranya memiliki
patung-patung berjajar yang disebut tau-tau. Patung-patung itu adalah
lambang kedudukan sosial, status, dan peran mereka semasa hidup sebagai
bangsawan setempat. Obyek ini ramai dikunjungi sejak tahun 1960. Selain
menyaksikan kuburan batu, wisatawan juga dapat membeli berbagai sovenir
atau berjalan jalan sekitar obyek tersebut menyaksikan buah buah pangi
yang ranum kecoklatan. Buah-buah itu siap diolah dan dimakan sebagai
makanan khas suku Toraja yang di sebut pantollo pamarrasan.
3. Kuburan bayi kambira – Tana Toraja : Kuburan bayi di Kambira masih di wilayah Tana Toraja.
Kuburan bayi, berupa pohon besar yang dilubangi, jenazah si bayi setelah dibalsem dan dibungkus , lalu dimasukkan ke dalamnya dan lobang ditutup dengan anyaman ijuk.
4. Batu Karang Terjal Londa – Tana Toraja: kuburan
sisi batu karang terjal adalah salah satu sisi dari kuburan itu berada
di ketinggian dari bukit mempunyai gua yang dalam dimana peti-peti mayat
di atur dan di kelompokkan berdasarkan garis keluarga.
Disisi lain dari lusinan tau-tau berdiri secara hidmat di balkon.
5. Trunyan – Bali: Sebagaimana masyarakat Bali umumnya, Warga Desa Trunyan juga mengenal ngaben, namun di di desa ini mayatnya tidak dibakar.
Di sini mayat mereka taruh begitu saja di sebuah areal hutan. Anehnya,
mayat itu tak akan mengeluarkan bau busuk walaupun sudah disana selama
berbulan-bulan.
Mengapa
mayat yang menggeletak begitu saja di sema itu tidak menimbulkan bau?
Padahal secara alamiah, tetap terjadi penguraian atas mayat-mayat
tersebut? Hal inilah yang menjadi daya tarik para wisatawan untuk
mengunjungi lokasi wisata ini. Nah, konon sebabnya, di areal hutan
tersebut terdapat sebuah pohon yang dikenal bernama Taru Menyan yang
bisa mengeluarkan bau harum dan mampu menetralisir bau busuk mayat. Taru
berarti pohon, sedang Menyan berarti harum. Pohon Taru Menyan ini,
hanya tumbuh di daerah ini. Jadilah Tarumenyan yang kemudian lebih
dikenal sebagai Trunyan yang diyakini sebagai asal usul nama desa
tersebut.
6. Makam Raja-raja Imogiri – Yogyakarta: Dibangun
sekitar tahun 1632 oleh Sultan Agung, raja Mataram Islam terbesar,
bangunan makam lebih bercorak bangunan Hindu. Pintu gerbang makam dibuat
dari susunan batu bata merah tanpa semen yang berbentuk candi Bentar.
Memasuki makam raja-raja Mataram jelas tidak sama dengan memasuki
pemakaman umum. Untuk masuk ke makam Sultan Agung, maka selain
harus mengenakan pakaian adat Jawa, kita harus melepas alas kaki, juga
harus melalui tiga pintu gerbang. Bahkan yang bisa langsung
berziarah ke nisan para raja itu pun terbatas pada keluarga dekat raja
atau masyarakat lain yang mendapat izin khusus dari pihak Kraton
Yogyakarta dan Kraton Surakarta. Oleh karena itu, peziarah awam yang
tidak siap mengenakan pakaian adat Jawa, terpaksa hanya bisa melihat
pintu gerbang pertama yang dibuat dari kayu jati berukir dan bertuliskan
huruf Jawa berusia ratusan tahun, dengan grendel dan gembok pintu kuno.
Hanya
para juru kunci pemakaman itu yang bisa membuka gerbang tersebut. Jika
toh masyarakat awam bisa melihat ”isi” di balik pintu gerbang pertama,
itu pun ketika keluarga raja datang, pintu gerbang dibuka lebar, dan
masyarakat bisa melongok sebentar sebelum gerbang itu ditutup. Rasa
penasaran itu pula yang menyebabkan misteri makam raja Mataram tetap
terpelihara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar